“ IKATAN PERSAUDARAAN SESAMA MUSLIM ”
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi
Tugas Mata Kuliah Hadis
PAI 2 Kelompok I
Dosen Pengampu: DR. H. Mundzier
Suparta, M.A

Disusun
oleh:
Imron
Rosyadi : 120100014
M. Zikri
Azmy : 120100050
Rosihul Iman : 120100022
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM AL-HIKMAH JAKARTA
FAKULTAS
TARBIYAH
2013
Jl. Jeruk purut
No.10 Cilandak Timur, Pasar Minggu, Jaksel. 12560
Phone: (021) 7890521
Kata Pengantar
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin,
segala puji bagi Allah SWT Pencipta dan Pemelihara Alam Semesta.Yang telah
menerangi hambanya yang taqwa dengan cahaya yang medekatkan kepada-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas pembuatan makalah mata kuliah “Hadits” dengan judul “Ikatan
Persaudaran Sesama Muslim”.
Shalawat serta salam
mudah-mudahan selalu tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Agung
Muhammad SAW yang mana beliaulah yang telah membawa umatnya dari jurang-jurang
kemungkaran dan kemunafikan menuju bukit yang penuh dengan sinar keimanan
Islam.
Kami sadar bahwa
keberhasilan kami dalam menyusun makalah ini bukan hanya usaha kami namun
karena adanya kerja keras dan kerja sama yang baik dalam pelaksanaan penyusunan
makalah ini.
Akhir dari penutup
pengantar ini penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya
pada diri kami (penulis) dan umumnya bagi para pembaca. Amin..Amin yaa rabbal
‘alamin.
Jakarta, 12 April 2013
Penyusun
Kelompok I
Kelompok I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hendaklah setiap orang diantara kamu
melakukan mu'amalah ukhuwah (persaudaraan) dengan sebenar-benarnya dengan cara
menghendaki kebaikan untuk saudaranya sebagaimana menghendaki untuk dirinya,
dan membenci kejahatan yang ada pada saudaranya seperti membenci kejahatan itu
menimpa dirinya.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apakah sesama orang mukmin itu bersaudara?
2.
Bagaimanakah yang
dimaksud dengan “persaudaraan sesama muslim” ?
3.
Mengapa sesama orang mukmin tidak diperbolehkan saling
mencela dan menzhalimi?
C. Tujuan Masalah
1.
Kita bisa
memahami makna “persaudaraan sesama muslim” dengan benar.
2.
Kita dapat
mengetahui persaudaraan dalam Islam.
3.
Dapat mengetahui
ahklak yang terpuji dan akhlak yang tercela.
BAB II
PEMBAHASAN
IKATAN PERSAUDARAAN SESAMA MUSLIM
A. Memahami Makna
Persaudaraan Sesama Muslim Dengan Benar
Musuh Islam tidak hanya membunuh, membantai dan memerangi
kaum muslim. Tetapi, mereka juga mempunyai sindikat yang rapi namun
menjijikkan. Mereka merekrut tokoh atau yang ditokohkan dari kalangan umat
Islam untuk dididik di negeri mereka. Setelah dicekoki dengan syubhat dan
pemikiran sesat, dengan rasionalisasi (dan pluralisasi) ajaran Islam dan dengan
memberi hadiah titel serta janji dikembalikkanlah sang tokoh ini ke negara
asalnya untuk menyesatkan saudara-saudaranya.
Sindikat ini bisa jadi lebih sadis daripada pembunuhan dan
pembantaian, karena mungkin saja yang mereka bunuh masih bisa mempertahankan
aqidah dan tauhidnya, tetapi penyesatan dan pemurtadan dari dalam bisa
berakibat jutaan muslimin melepaskan agamanya tanpa mereka sadari.
Para tokoh yang menyandang beraneka gelar ini dengan leluasa
mengelabuhi umat, bahkan ada yang dianggap wali dan dipertuhankan. Semua urusan
diserahkan kepada mereka, apapun kata mereka akan menjadi pegangan awam. Salah
satu istilah yang mereka kedepankan adalah “umat Islam itu bersaudara”.
Istilah yang mereka pinjam ini memang indah dan benar,
tetapi mereka ingin menyesatkan umat dengan kalimat ini. Para tokoh penyesat
umat yang ingin mendapat pujian dari orang Yahudi, Nasrani dan antek-anteknya,
bahkan ada sebagian dari mereka yang mengatakan, “Orang Islam harus bersaudara
dengan orang Yahudi dan Nasrani, karena agama mereka juga dari Allåh, karena
para nabi bersaudara, mereka pun beribadah kepada Allah. Lantaran itu kita harus jalin ukhuwah dengan mereka,
maafkan bila mereka marah dan membantai kaum muslimin, mereka itu ’kan saudara kita
juga! Perlu dinasihati dan
diselesaikan dengan baik. Kaum
muslimin tak usah menyinggung kesalahan dan kezhaliman mereka.”
Selanjutnya, yaitu dari kalangan para da’i yang masih senang dengan
bid’ah, kermusyrikan dan golongan, masing-masing berprinsip agar bisa menggaet
jama’ah sebanyak-banyaknya dan agar tidak bubar, mereka berkomentar, “Tidak
mengapa mereka mengamalkan bid’ah, syirik dan berpartai, yang penting kita
jalin ukhuwäh islamiyah, karena mereka saudara kita. Tidak mengapa jalan yang mereka tempuh berbeda, ibaratkan
pergi ke Jakarta, biarkan lewat pantura, atau pansela, yang penting sampai.”
Kata manis yang merusak ini disambut gegap gempita oleh
sebagian umat karena yang bicara bukanlah lulusan
anak SMU. Tetapi sebagian lagi bingung, apakah mungkin pemimpin
kita menyerukan kepada kesesatan?
Berikut ini jawabannya :
Allah melalui firman-Nya :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah
bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih)
dan
bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat”. (QS.Al-Hujurat:10)
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ
بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
Artinya: “Dan
orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah)
menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang
ma’ruf dan mencegah dari yang munkar.” (QS.
At-Taubah: 71)
Konsekuensinya, seorang mukmin akan
mencintai segala bentuk peribadatan dan keta’atan kepada Allah semata dan
mencintai orang-orang yang melakukan demikian. Konsekuensi lain adalah kebalikan
dari itu. Seorang mukmin akan membenci segala bentuk penyembahan kepada selain
Allah dan maksiat, serta membenci orang-orang yang melakukan demikian.
Rasulullah SAW bersabda:
من أحب لله ، وأبغض لله ، وأعطى لله ،
ومنع لله ، فقد استكمل الإيمان
Artinya: “Orang yang yang mencintai sesuatu
karena Allah, membenci sesuatu karena Allah, memberi karena Allah, melarang
sesuatu karena Allah, maka imannya telah sempurna.”(HR. Abu Daud)[1]
Agar kita tidak salah dalam memahami makna persaudaraan (ukhuwah)
dan tidak salah dalam penerapannya maka alangkah baiknya bila kita pelajari
istilah ini. Kata “persaudaraan” dalam bahasa
Arabnya adalah ukhuwah, dimana
menurut bahasa berasal dari kata “akhun” artinya berserikat dengan yang
lain karena kelahiran dari dua belah pihak, atau salah satunya atau karena
persusuan. Lalu kata ini dipakai
untuk perserikatan, persaudaraan kabilah, agama, hubungan antar manusia, kasih
sayang, dan keperluan lainnya. (Lihat; Mufradat Alfazhil Qur’an, Al-Allamah
Ar-Raghib Al-Ashfahani, hal.68).
B. Orang Islam itu Bersaudara
Islam
memerintahkan umatnya untuk bersatu padu. Perintah untuk bersatu ini ditujukan
kepada setiap muslim
di seluruh dunia, tidak hanya antar umat muslim di satu negara saja. Allah
Ta’ala berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ
إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا
تَفَرَّقُوا
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah sekali-kali
kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai.” (Qs. Al
Imran: 102-103)
Dalam ayat di atas, jelas sekali bahwa perintah untuk
bersatu padu ditujukan untuk setiap muslim. Bahkan, perpecahan diantara
umat Islam adalah sumber malapetaka dan bencana. Sebagaimana dikabarkan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لا تختلفوا ، فإن من كان قبلكم اختلفوا فهلكوا
Artinya: “Janganlah kalian
berselisih! Sesungguhnya kaum sebelum kalian telah berselisih lalu mereka
binasa.” (HR. Bukhari no. 2410)[2]
Sesungguhnya umat Islam yang beriman itu bersaudara, karena persaudaraan merupakan anugerah yang agung dan
mahal dari Allah SWT.
Dan ini merupakan nikmat dari Allah Subhanallahu wa Ta’ala kepada para
hamba-Nya yang mukmin, sebagaimana dalam firman-Nya:
Artinya: “Dan ingatlah
nikmat Allah kepada kalian ketika kalian dahulu (pada masa Jahiliyah) saling
bermusuhan, maka Allah mempersatukan hati kalian, sehingga dengan karunia-Nya kalian menjadi bersaudara. Dan
kalian telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian dari
padanya.” (Ali Imran: 103)
Sebagian ulama ahli
tafsir berkata tentang firman Allah SWT
dalam ayat tersebut: “Di dalamnya terdapat isyarat bahwa tumbuhnya ukhuwah (persaudaraan) dan mahabbah (kecintaan) antara kaum mukminin adalah semata-mata karena
keutamaan dari Allah.”
Bahkan Rasulullah SAW menegaskan bahwa rasa ukhuwah dan mahabbah pada diri
seorang mukmin haruslah benar-benar ditanamkan karena itu adalah salah satu
ciri dari kesempurnaan iman seorang muslim sejati. Simak sebuah hadits berikut
ini,
Dari Anas, Nabi SAW bersabda;
لاَيُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ
لِاَخِيْهِ مَايُحِبُّ لِنَفْسِهِ. (متفق عليه)
Artinya: “Belum dianggap sempurna
iman seseorang diantara kamu, sehingga ia menyintai saudara sesama muslim
seperti ia mencintai dirinya sendiri.” (HR.Bukhari-Muslim)[3]
C. Orang-orang
Yang Beriman Ibarat Sebuah Bangunan
Orang muslim itu diharamkan darah,
harta dan kehormatannya. Nabi SAW pernah bersabda pada waktu haji Wada' yang
disaksikan oleh sebagian besar sahabatnya, diantara pesan beliau adalah: "Sesungguhnya harta, darah dan
kehormatan kamu haram atas kamu seperti kemuliaan harimu ini dalam bulanmu ini
di negerimu ini." (HR.Bukhari dan Muslim)
Hadits ini
menunjukkan bahwa darah, harta dan kehormatan seorang muslim tidak boleh
diganggu. Banyak sekali nash yang menunjukkan tentang larangan ini dan tidak
terbatas pada waktu dan tempat. Allah SWT telah menjadikan orang-orang mukmin
itu bersaudara agar mereka saling kasih-mengasihi dan sayang-menyayangi. Sabda
Nabi, dari Abu Musa, Rasulullah SAW
bersabda;
اَلْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ
كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًاوَشَبَّكَ بَيْنَ اَصَابِعِهِ.
(متفق
عليه)
Artinya: “Kehidupan orang-orang
mukmin, satu dengan yang lainnya seperti sebuah bangunan yang saling menguatkan
yang satu dengan yang lainnya.” (HR.Bukhari-Muslim)[4]
Hadits di atas menggambarkan hakikat antara hubungan sesama kaum muslimin
yang begitu eratnya. Hubungan antara seorang mukmin dengan mukmin lainnya
bagaikan sebuah bangunan yang saling melengkapi. Bangunan tidak akan berdiri
kalau salah satu komponennya tidak ada ataupun rusak. Hal itu menggambarkan
betapa kokohnya hubungan antara sesama umat Islam. Dalam hadits lain
disebutkan;
Dari Nu’man bin Basyir, Rasulullah SAW bersabda;
مَثَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ
فِيْ تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُمِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِإِذَااشْتَكى
مِنْهُ عُضْوٌتَدَاعى لَهُ سَآ ئِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِوَالْحُمَّى.(متفق عليه)
Artinya: “Persaudaraan orang-orang
mukmin dalam menjalin cinta kasih sayang diantara mereka
seperti satu badan. Sewaktu ada anggota tubuh yang sakit, maka meratalah rasa
sakit tersebut ke seluruh anggota tubuh, hingga tidak bisa tidur dan terasa
panas.”
(HR.Bukhari-Muslim)[5]
Dalam hadits
lain dinyatakan bahwa hubungan dalam hal kasih sayang, cinta, dan pergaulan
diibaratkan hubungan antara anggota badan, yang mana satu sama lain saling
membutuhkan, merasakan, dan tidak dapat dipisahkan. Jika salah satu anggota
badan tersebut sakit, anggota badan lainnya ikut merasakan sakit.
Itulah salah satu
kelebihan yang seharusnya dimiliki oleh kaum mukmin dalam berhubungan anatara
sesama kaum mukminin. Sifat egois atau mementingkan diri sendiri sangat ditentang
dalam Islam. Sebaliknya Islam memerintahkan umatnya untuk bersatu dan saling
membantu karena persaudaraan seiman lebih erat daripada persaudaraan sedarah.
Itulah yang menjadi pangkal kekuatan kaum muslimin, setiap muslim merasakan
penderitaan saudaranya dan mengulirkan tangannya untuk membantu sebelum diminta
yang bukan didasarkan atas “take and give” tetapi berdasarkan Illahi.
Salah satu
landasan utama yang mampu menjadikan umat bersatu atau bersaudara ialah
persamaan akidah. Ini telah dibuktikan oleh bangsa Arab yang mana sebelum Islam
datang mereka sering berperang dan bercerai-berai tetapi setelah mereka
menganut agama Islam dan memiliki pandangan yang sama baik lahir maupun batin,
merka dapat bersatu.
D. Allah Akan
Menolong Hambanya Apabila Hambanya Menolong Terhadap Sesama
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ
يَظْلِمُهُ وَلاَ يُسْلِمُهُ وَمَنْ كَان فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي
حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً
مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَمُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
Artinya:
“Seorang muslim adalah saudara muslim yang lainnya. Jangan menzhaliminya dan
jangan memasrahkannya. Barangsiapa yang membantu kebutuhan saudaranya, maka
Allah akan membantunya. Dan barangsiapa yang memberikan jalan keluar dari
kesulitan saudaranya, maka Allah akan memberikan jalan keluar bagi kesulitan-kesulitannya
pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang menutupi aib saudaranya, maka Allah akan
tutupi aibnya pada hari kiamat.” (HR. Bukhari Muslim)
Ketika kita ingin sukses Dunia maupun Akhirat, kita intropeksi diri kita,
apakah kita sudah menolong Allah, agar Allah menolong kepada kita.
Lalu, apa maksud Allah menolong kepada kita ?
Bukankah dunia ini milik-Nya?, itu adalah sebuah qias. Allah bukan meminta
pertolongan kepada manusia, melainkan perintah halus kepada manusia, bahwa manusia
hendaklah beribadah kepada-Nya ( Wajib ).
E. Larangan
Mencaci Maki Dan Membunuh Orang Islam
Dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah SAW bersabda;
سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوْقٌ
وَقِتَالُه كُفْرٌ.(متفق عليه)
Artinya: “Mencaci-maki orang Islam
berarti menyalahi agama (fasik), sedangkan memerangi orang Islam berarti
kafir.” (HR.Bukhari-Muslim)[6]
Disebutkan dalam hadits lain;
Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda:
أحبكم إلي أحسنكم أخلاقا الموطئون أكنافا الذين
يألفون ويؤلفون
Artinya: “Orang yang paling aku cintai di antara kalian
adalah orang yang paling baik budi pekertinya, yang lembut perangainya lagi
murah hati yaitu mereka yang ramah lagi simpatik.”(HR.Tabrani)[7]
Dari kedua hadis di atas, apa yang difahami ialah larangan bagi
seorang
mukmin caci-mencaci
apalagi sampai saling bunuh-membunuh sesama saudaranya. Karena dengan saling
mencaci sesama muslim berarti fasiklah ia, dan apabila sampai membunuh saudara sesama
muslim berarti kafirlah ia. Selain itu, makna yang tersirat dari hadis di atas
adalah tentang tanggungjawab seorang muslim kepada saudaranya yang lain agar kita
mendapat cinta Allah dan rasul-Nya. Karena kewajiban seseorang muslim adalah saling mencintai, membantu, bersikap peduli dan juga mengasihi saudara
seagamanya. Kisah-kisah para sahabat yang rela berkorban dan berjuang untuk para
sahabat yang lainnya,
semestinya itu menjadi
contoh teladan kepada generasi Muslim zaman modern seperti saat ini.
Kemudian daripada itu, agar caci-mencaci di antara kita (sesama umat
muslim) tidak terjadi atau setidaknya bisa diminimalisir, maka ada beberapa hal
yang menurut kami patut diperhatikan dan tidak ada salahnya jika kita lakukan.
Pertama, memohon kepada Allah SWT agar menghilangkan segala prasangka di hati
terhadap sesama muslim lainnya. Kedua, jangan tinggalkan silaturrahim. Ketiga,
saling berkirim kabar atau nasihat-menasihati walau hanya melalui sms. Keempat,
jangan segan untuk bantu-membantu sesama muslim.
F. Haram
Menzhalimi Dan Perintah Menolak Kezhaliman
Dari Aisyah,
Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ ظَلَمَ قِيْدَشِبْرًامِنَ الْاَرْضِ طُرِّقَهُ مِنْ
سَبْعِ اَرْضِيْنَ. (متفق عليه)
Artinya: “Barangsiapa berbuat
aniaya/zhalim sekalipun hanya sejengkal tanah, pasti akan dibelenggu hingga
tujuh petala bumi.” (HR.Bukhari-Muslim)[8]
Karena itu kita ummat muslim tidak boleh mendzhalimi saudaranya sesama muslim dalam bentuk
apapun. Tidak boleh mendiamkan untuk tidak menolongnya jika melihat ia
dizhalimi, karena setiap mukmin diperintahkan saling tolong-menolong.
Akhir-akhir
ini telah menjalar di masyarakat kaum muslimin upaya menyelesaikan pertikaian
dan perbedaan (ikhtilaf) dengan pengerahan massa. Memprovokasi kelompoknya
untuk menyerang pada kelompok lain yang dianggap berbeda, sehingga terjadilah
bakar-membakar, serang-menyerang dan lain sebagainya yang menimbulkan korban harta dan nyawa.
Hadis riwayat Anas bin Malik ra, bahwa
Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kamu saling
membenci, saling mendengki dan saling bermusuhan, tetapi jadilah kamu
hamba-hamba Allah yang bersaudara. Tidak halal seorang muslim mendiamkan (tidak
menyapa) saudaranya lebih dari tiga hari.”
(Shahih Muslim No.4641)
Kemudian tela’ah hadits dari riwayat Abu Hurairah
ra., ia berkata; Nabi SAW bersabda: “Barang
siapa yang menghunuskan senjata ke arah saudaranya, maka malaikat akan terus
mengutuknya sampai ia melepaskannya meskipun dia itu adalah saudara kandungnya
sendiri.” (Shahih Muslim No.4741)
Harta
siapakah yang dirugikan dengan terbakarnya berbagai sarana-prasana seperti
masjid-masjid, gedung-gedung, sekolah-sekolah, pondok-pondok pesantren atau
kantor-kantor dakwah? Nyawa siapakah yang
menjadi korban dengan sikap arogansi dan barbarian di atas? Sebagian besar
mereka adalah harta dan nyawa kaum muslimin.
Apa yang
mereka pahami dari hadits-hadits di atas? Bukankah hadits tersebut menunjukkan
tidak halalnya darah seorang muslim, tidak halalnya harta seorang muslim dan
tidak halal menzhalimi seorang muslim.
Demikianlah diantara syarat-syarat
ukhuwah yang harus dipenuhi oleh setiap muslim yang ingin mencapainya. Wallahu
a'lam.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian makalah di atas maka dapat diambil suatu
kesimpulan bahwa sesungguhnya
orang mukmin itu adalah bersaudara, jikala mereka berselisih damaikanlah,
barang siapa yang melepaskan kesulitan orang Islam niscaya Allah SWT akan
melepaskan kesulitannya di hari kiamat kelak. Dan kita sebagai orang mukmin janganlah saling
menganiaya, menghina dan memojokkan. Dan juga janganlah
kita berprasangka buruk terhadap sesama umat Islam.
Setelah kita
mengetahui betapa agung dan mahalnya nilai sebuah persaudaraan, maka kita harus
berusaha semaksimal mungkin agar anugerah dari Allah SWT tersebut tetap terjaga
dan terpelihara pada diri kita. Diantara
usaha yang harus ditempuh agar persaudaraan sesama umat Islam tetap terjaga pada diri kita, maka
kita perlu memperhatikan hak-hak dalam ukhuwwah. Hak-hak tersebut adalah:
1.
Hendaklah
ia mencintai saudaranya semata-mata karena Allah Subhanallahu wa Ta’ala dan
bukan karena tujuan-tujuan duniawi. Jika
seseorang mencintai saudaranya karena Allah SWT, maka kecintaan tersebut akan tetap
lestari. Jika ia melakukannya karena tujuan duniawi, maka lambat laun kecintaan
tersebut akan pupus
di tengah jalan.
2.
Menjaga
kehormatan dan harga diri saudaranya. Kehormatan
seorang muslim terhadap muslim yang lainnya adalah haram secara umum. Realisasi
dalam hal ini ialah seperti:
- Tidak menyebutkan ‘aib saudaranya, baik ketika ia hadir
dihadapannya maupun ketika tidak ada.
- Tidak
mencampuri urusan pribadinya.
-
Menjaga rahasianya.
3. Menjauhi prasangka buruk terhadap saudaranya. Allah
SWT telah melarang perbuatan tersebut dalam
firman-Nya (artinya): “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah
kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa.”
(Al-Hujurat: 12)
4. Menjauhi perdebatan dengan saudaranya. Sesungguhnya perdebatan akan menghilangkan sifat mahabbah (saling mencintai) dan
persahabatan. Dan
akan mewariskan
kemarahan, dendam dan pemutusan persaudaraan. Maka
meninggalkan sikap perdebatan merupakan tindakan yang terpuji.
5. Mengucapkan
kalimat-kalimat yang baik kepada saudaranya.
6. Memaafkan
atas kesalahan-kesalahan yang diperbuat oleh saudaranya. Setiap
orang pasti memiliki kesalahan.
7. Merasa
gembira dengan kenikmatan yang Allah Subhanallahu wa Ta’ala berikan kepada
saudaranya. Allah SWT telah memberikan keutamaan dan kelebihan
yang berbeda-beda
pada setiap orang. Baik dalam hal kepemilikan harta,
keilmuan, banyak melakukan amalan-amalan ibadah, kebaikan akhlaknya dan lain
sebagainya. Kita patut merasa gembira dengan nikmat Allah yang diberikan kepada
saudara kita baik dari sisi harta, ilmu, semangat dalam beribadah, dan
lain-lain. Kita harus menghilangkan sifat hasad (iri,dengki) terhadap keutamaan
yang diberikan oleh Allah kepada saudara kita.
8. Saling membantu dengan saudaranya dalam
perkara-perkara kebaikan. Sungguh Allah SWT telah memerintahkan dalam firman-Nya
(artinya): “Dan tolong-menolonglah kalian dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” (Al-Maidah: 2)
9. Bermusyawarah
dan bersikap lemah lembut terhadap saudaranya.
Maka kita memohon kepada Allah agar
menjadikan kita semua termasuk dari orang-orang yang saling tolong-menolong
dalam kebaikan dan ketakwaan, saling nasehat-menasehati dalam kebenaran dan
kesabaran, serta menjadikan persaudaraan kita semata-mata karena mengharap ridha-Nya. Dan semoga Allah SWT memberikan taufik-Nya kepada kita, karena
sesungguhnya tidak ada daya dan upaya pada diri kita, kecuali kekuatan dari
Allah Subhanallahu wa Ta’ala. Ämïn yä Rabbal ‘Älamïn.
B.
Saran
Demikianlah makalah ini kami buat, tentunya masih banyak
kesalahan dan kekurangan. Untuk itu kami
mengharapkan sumbang saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah kami selanjutnya. Dan bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi kami yang menyusun
makalah ini. Amin yaa robbal
‘alamin.
Wallahu al-Muwaffiq ila Aqwam
ath-Thariq
Wassalamu’alaikum
Wr.Wb..
DAFTAR PUSTAKA
·
Al-Qur’an
dan Terjemahnya, Departemen Agama RI
·
Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il
al-Bukhori, Shahih al-Bukhori, Beirut: Dar Ibnu Katsir, 1987.
·
Sulaimân bin
Ahmad bin Ayûb al-Tabrânî, Mu‘jam al-Ausat, Kairo: Dâr al-Hadîs, 1996
·
Sulaiman
bin al-Asy’ats Abu Daud as-Sijistani, Sunan Abu Daud, Beirut:
Dar al-Fikr, t.th.
·
Ust.Alhafidh,
Ust.Masrap Suhaemi,BA, Terjemah Riadhus Shalihin, Surabaya; Mahkota, 1986.
[1] Sulaiman
bin al-Asy’ats Abu Daud as-Sijistani, Sunan Abu Daud, (Beirut: Dar al-Fikr,
t.th), no.4681,
hal.475.
[2] Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il al-Bukhori, Shahih
al-Bukhori, (Beirut: Dar Ibnu Katsir, 1987), no.2410
[3] Ust.Alhafidh, Ust.Masrap Suhaemi,BA, Terjemah Riadhus Shalihin,
(Surabaya;Mahkota,1986), hal.210
[4]Ust.Alhafidh,
Ust.Masrap Suhaemi,BA, Terjemah Riadhus Shalihin,
(Surabaya;Mahkota,1986), hal.204
[5]
Ust.Alhafidh, Ust.Masrap Suhaemi,BA, Terjemah Riadhus Shalihin,
(Surabaya;Mahkota,1986), hal.204-205
[6]
Ust.Alhafidh, Ust.Masrap Suhaemi,BA, Terjemah Riadhus Shalihin,
(Surabaya;Mahkota,1986), hal.749
[7] Sulaimân bin Ahmad bin Ayûb al-Tabrânî, Mu‘jam al-Ausat,
(Kairo:
Dâr al-Hadîs,
1996), vol. 7, no. 7697, hal. 400.
[8]
Ust.Alhafidh, Ust.Masrap Suhaemi,BA, Terjemah Riadhus Shalihin,
(Surabaya;Mahkota,1986), hal.194
Tidak ada komentar:
Posting Komentar