Senin, 03 Februari 2014

Metodologi Study Islam

KAJIAN ULUMUL QUR’AN DAN TAFSIR
Makalah Bahan Diskusi Kelas
Mata Kuliah
METODOLOGI STUDI ISLAM

Dosen Pembimbing:
Drs.H.Hamzah A.MM


Disusun oleh:
Eka Susilawati
Husni Kamal
Nurfathiyah
Rosihul Iman

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (TARBIYAH)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-HIKMAH
YAYASAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM AL-MAHBUBIYAH
JAKARTA
2012


BAB I
PENDAHULUAN
Al-Qur’an selain sebagai kitab suci umat islam juga merupakan salah satu sumber dari pada pengambilan hukum islam, diturunkan dengan kandungan yang mengatur tata cara kehidupan di dunia ini. Di dalam al-Qur’an tersebut terdapat hukum-hukum, risalah orang-orang terdahulu dan juga terdapat tentang keilmuan-keilmuan yang sangat relefan sekali untuk diaplikasikan dalam kehidupan kapanpun. Akan tetapi kandungan al-Qur’an tidak semuanya dapat dipahami oleh umat secara keseluruhan. Hal itu disebabkan, di dalam al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang masih sangat global dalam penyampaiannya.
Sebagai sumber utama ajaran islam, al-Qur’an dalam membicarakan suatu masalah sangat unik, tidak tersusun secara sistematis sebagaimana buku-buku ilmiyah yang dikarang oleh manusia. Al-Qur’an jarang sekali membicarakan suatu hal secara rinci, kecuali menyangkut masalah aqidah, pidana dan beberapa masalah tentang hukum keluarga. Umumnya al-Qur’an mengungkapkan hukum secara global, parsial dan sering kali menampilkan suatu masalah dalam prinsip-prinsip dasar dan garis besar.
Keadaan yang demikian, sama sekali tidak mengurangi keistimewaan al-Qur’an sebagai firman Allah SWT. Bahkan sebaliknya di situlah letak dari pada keistimewaan dari al-Qur’an. Hal itu menjadikan al-Qur’an sebagai objek kajian yang selalu menarik dan tidak pernah kering bagi kalangan cendekiawan, baik muslim maupun non muslim, sehingga ia tetap aktual sejak diturunkan sampai sekarang. Dari fenomena di atas untuk mempelajari al-Qur’an diperlukan suatu ilmu-ilmu tentang kajian dari pada al-Qur’an itu sendiri, yang biasa disebut dengan Ulumul Qur'an.
Ulumul Qur'an adalah sebuah metode yang lengkap dan menyeluruh untuk membuka pintu awal dari kedalaman kandungan al-Quran. Karenanya, umat Islam secara umum, ataupun secara khusus bagi mahasiswa/i muslim yang merindukan interaksi lebih mendalam dengan al-Quran, secara otomatis akan dituntut untuk mempelajari Ulumul Quran.

BAB II
PEMBAHASAN
A.   METODOLOGI KAJIAN ULUMUL QUR’AN
1.   Definisi Ulumul Qur’an
 Dalam kita memberikan definisi Ulumul Qur’an maka kita harus memperkatakan makna lafdhi dan makna istilahi. Ungkapan Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata ‘Ulum dan al-Qur’an. Kata ‘Ulum merupakan bentuk jama’ dari kata ilmu. Adapun al-Qur’an sebagaimana didefinisikan ulama ushul, ulama fiqh, dan ulama bahasa adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya-Muhammad SAW-yang lafazh-lafazhnya mengandung mukjizat, membacanya mempunyai nilai ibadah, diturunkan secara mutawatir[1], dan ditulis pada mushaf, mulai dari awal surat al-Fatihah sampai akhir surat an-Nas.
Qur’an yang merupakan masdar berwazan Ghufran dan Rujhan diambil dari akar kata Qara’a  yang bermakna membaca, akan tetapi masdar ini berarti seperti isim maf’ul, dengan demikian Qur’an adalah sesuatu yang dibaca/bacaan. Sebagaimana telah difirmankan oleh Allah dalam al-Qur’an surat al-Qiyamah ayat ke 17-18, yang artinya: ”Sesungguhnya atas Kami pengumpulan dan bacaannya, maka jika Kami telah selesia membacakannya, ikutilah bacaannya”. Maka secara harfiah kata Ulumul Qur’an dapat diartikan sebagai ilmu-ilmu (pembahasan) yang berkaitan dengan al-Qur’an.
      Adapun definisi ‘Ulumul Qur’an menurut istilah, para ulama memberikan redaksi yang  berbeda-beda sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:
a.    Menurut Manna’ al-Qaththan: “ Ilmu yang mencakup pembahasan yang berkaitan dengan al-Qur’an dari sisi informasi tentang Asbab an-Nuzul (sebab-sebab turunnya al-Qur’an), kodifikasi dan tertib penulisan al-Qur’an, ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah dan ayat-ayat yang diturunkan di Madinah, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan al-Qur’an.
b.    Menurut az-Zarqani dalam kitab Manhil al-‘Irfan fi Ulumil Qur’an : “ Beberapa pembahasan yang berkaitan dengan al-Qur’an dari sisi turun, urutan penulisan, penafsiran, cara membaca, kemukjizatan, nasikh, mansukh, penolakan / bantahan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keraguan terhadapnya, serta hal lainnya.
c.    Menurut Abu Syahbah: “ Sebuah ilmu yang memiliki banyak objek pembahasan yang berhubungan dengan al-Qur’an, mulai dari proses penurunan, urutan penulisan, penulisan, kodifikasi, cara membaca, penafsiran, kemukjizatan, nasikh-mansukh, muhkam-mutasyabih, serta pembahasan lainnya[2].
d.    Sementara itu, as-Suyuti dalam kitab Itmamu ad-Dirayah memberikan definisi Ulumul Qur’an: “ adalah suatu ilmu yang membahas tentang keadaan al-Qur’an dari segi turunnya, sanadnya, adabnya, makna-maknanya, baik yang berhubungan dengan lafadz-lafadznya maupun yang berhubungan dengan hukum-hukumnya dan sebagainya” [3].
        Dengan redaksi yang agak berbeda, definisi-definisi di atas mempunyai maksud yang sama. Baik menurut al-Qaththan, az-Zarqani, Abu Syahbah maupun as-Suyuti, dapat kita simpulkan bahwa Ulumul Qur’an adalah suatu ilmu yang membahas dengan lengkap dan mencakup semua ilmu yang ada hubungannya dengan al-Qur’an baik berupa ilmu-ilmu agama, seperti tafsir, maupun berupa ilmu-ilmu bahasa Arab seperti ilmu I’rabil Qur’an.
        Ulumul Qur’an adalah berbeda dengan suatu ilmu yang merupakan cabang dari Ulumul Qur’an. Misalnya, ilmu tafsir yang pembahasannya menitik beratkan pada penafsiran ayat-ayat al-Qur’an, ilmu Qira’at yang menitik beratkan pembahasannya pada cara membaca lafal-lafal al-Qur’an. Akan tetapi, Ulumul Qur’an membahas dari segi yang ada relevansinya dengan al-Qur’an. Karenanya, ilmu itu diberi nama Ulumul Qur’an dengan bentuk jamak, bukan dengan bentuk mufrad. Kata Ulum yang disandarkan pada al-Qur’an memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan dari sejumlah ilmu yang berhubungan dengan al-Qur’an, baik segi eksistensinya sebagai al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya. Kata Ulum sendiri menunjukkan makna banyak sehingga ilmu Tafsir, ilmu Qira’ah, ilmu Rasm al-Qur’an, ilmu I’jaz al-Qur’an, ilmu Asbab an-Nuzul dan ilmu-ilmu lain yang ada hubungannya dengan al-Qur’an menjadi bagian dari Ulumul Qur’an.
2.   Lahirnya Istilah Ulumul Qur’an
        Mengenai kemunculan istilah ‘Ulumul Qur’an untuk pertama kalinya, para penulis menyatakan bahwa Abu al-Farj bin al-Jauzi lah yang pertama kali memunculkan kata tersebut pada abad VI H. Pendapat ini disitir pula oleh as-Suyuti dalam pengantar kitab al-Itqan. Adapun az-Zarqani menyatakan bahwa istilah itu muncul pada awal abad V H. yang disampaikan oleh al-Hufi (W.430 H.) dalam karyanya yang berjudul al-Burhan fi Ulumil Qur’an. Analisis lain dikemukakan oleh Abu Syahbah, dengan merujuk pada kitab Muqaddimatani fi Ulum al-Qur’an yang dicetak pada tahun 1954 dan disunting oleh Arthur Jeffri, seorang orientalis kenamaan, Syahbah berpendapat bahwa istilah Ulumul Qur’an muncul dalam kitab al-Mabani fi Nazhm al-Ma’ani yang ditulis tahun 425 H (abad V H). Lebih lanjut, Syahbah mengkritik analisis yang dikemukakan oleh az-Zarqani tentang penyebutan Ulumul Qur’an pada kitab al-Burhan fi Ulumil Qur’an yang pertama kali muncul. Persoalannya, az-Zarqani menyatakan,juz I kitab itu hilang. Lalu, darimana ia memperoleh nama kitab itu? Pendapat lain dikemukakan oleh Subhi ash-Shalih bahwa istilah Ulumul Qur’an sudah muncul sejak abad III H, yaitu ketika Ibn al-Marzuban (W.309 H) menulis kitab yang berjudul al-Hawi fi Ulumil Qur’an.[4]
3.   Ruang Lingkup Pembahasan Ulumul Qur’an
        Banyaknya ilmu yang ada kaitannya dengan pembahasan al-Qur’an, menyebabkan banyak pula ruang lingkup pembahasan Ulumul Qur’an. Berkenaan dengan pembahasan ini, M. Hasbi ash-Shiddieqy[5] berpendapat bahwa ruang lingkup pembahasan Ulumul Qur’an terdiri atas enam hal pokok[6], antara lain:
a.  Persoalan turunnya al-Qur’an (Nuzul al-Qur’an).
b.  Persoalan sanad (rangkaian para periwayat).
c.  Persoalan qira’at (cara pembacaan al-Qur’an).
d.  Persoalan kata-kata al-Qur’an.
e.  Persoalan makna-makna al-Qur’an yang berkaitan dengan hukum.
f.   Persoalan makna al-Qur’an yang berpautan dengan kata-kata al-Qur’an.  
4.   Cabang-cabang (Pokok Bahasan) Ulumul Qur’an
Dalam pengkajian Ulumul Qur’an, terlebih dahulu harus dipisahkan antara metode / cara tentang memahami isi al-Qur’an dan tentang isi atau ayat-ayat yang perlu dijelaskan dalam al-Qur’an tersebut. Diantara cabang-cabang (pokok bahasan) Ulumul Qur’an untuk mengupas isi al-Qur’an adalah sebagai berikut:
a.    Ilmu Adab Tilawah al-Qur’an, yaitu ilmu-ilmu yang menerangkan segala bentuk aturan yang harus dipakai dan dilaksanakan dalam pembacaan al-Qur’an. Segala kesusilaan, kesopanan dan ketentuan yang harus dijaga ketika membaca al-Qur’an. Salah satu kitab yang amat baik dalam hal ini ialah kitab at-Tibyan, karangan an-Nawawi.  
b.  Ilmu Tajwid, yaitu ilmu yang menerangkan cara membaca al-Qur’an, tempat memulai, atau tempat berhenti (waqaf).
c.  Ilmu Mawathim an-Nuzul, yaitu ilmu yang menerangkan tempat, musim, awal dan akhir turunnya ayat. Kitab yang membahas ilmu ini banyak, diantaranya al-Itqan tulisan as-Suyuti.
d.  Ilmu Tawarikh an-Nuzul, ilmu yang menerangkan dan menjelaskan masa dan urutan turunnya ayat, satu persatu dari awal hingga yang terakhir turun.
e.  Ilmu Asbab an-Nuzul, ilmu yang menerangkan sebab-sebab turunnya al-Qur’an. Diantara kitab yang menjelaskan hal ini ialah Lubab an-Nazul karangan as-Suyuthi.
f.   Ilmu Qira’at, ilmu yang menerangkan ragam qira’at (pembacaan al-Qur’an) yang telah diterima Rasulullah SAW, mana yang shahih dan mana yang tidak shahih. Diantaranya ialah kitab an-Nasyr fi Qira'at al-Asyr, tulisan Ibnu Jazary.
g.  Ilmu Gharib al-Qur’an, ilmu yang menerangkan makna kata-kata ganjil yang tidak terdapat dalam percakapan sehari-hari. Ilmu ini menerangkan kata-kata yang halus, tinggi, dan pelik.
h.  Ilmu I’rab al-Qur’an, ilmu yang menerangkan harakat al-Qur’an dan kedudukan sebuah kata dalam kalimat. Di antara kitab yang memenuhi kebutuhan dalam membahas ilmu ini ialah Imla ar-Rahman, karangan Abdul Baqa al-Ukbary.
i.    Ilmu Wujuh wa an-Nazha’ir, ilmu yang menerangkan kata-kata al-Qur’an yang mempunyai makna lebih dari satu, dan menerangkan makna yang dimaksud pada suatu tempat. Ilmu ini dapat dipelajari dalam kitab Mu'tarak al-Aqran karangan as-Suyuthi.
j.   Ilmu Ma’rifat al-Muhkam wa al-Mutasyabih, ilmu yang menerangkan ayat-ayat yang dipandang muhkam (ayat yang kandungannya dapat dipahami tanpa adanya kesamaran di dalamnya, dan dengan gamblang menjelaskan arti yang tersimpan) dan yang dipandang mutasyabih  (ayat yang memiliki kemungkinan arti dan makna lebih dari satu, oleh karena sangat dimungkinkan di sana ada kerancuan dan kesamaran). Salah satu kitab mengenai illmu ini ialah al-Manzhumah as-Sakhawiyah, susunan Imam as-Sakhawy.
k.  Ilmu an-Nasikh wa al-Mansukh, ilmu yang menerangkan ayat-ayat yang nasikh (sesuatu yang menghilangkan, menggantikan, mengubah dan memindahkan hukum syara dengan dalil syara yang lain) dan ayat-ayat yang mansukh (hukum syara’ yang dihilangkan, digantikan, diubah, dan dipindahkan dengan dalil syara yang lain) oleh sebagian mufassir. Untuk mempelajari ilmu ini dapat dibaca kitab an-Nasikh wa al-Mansukh, susunan Abu Ja'far an-Nahhas dan kitab al-Itqan karangan as-Suyuthi.
l.    Ilmu Bada’i al-Qur’an, ilmu yang menerangkan keindahan susunan ayat-ayat al-Qur’an, menerangkan aspek-aspek kesusastraan al-Qur’an, kepelikan-kepelikan dan ketinggian balaghohnya. dapat juga dibaca dalam kitab al-Itqan karangan as-Suyuthi.
m. Ilmu I’jaz al-Qur’an, ilmu yang menerangkan segi-segi kekuatan al-Qur’an sehingga dipandang sebagai suatu mu’jizat dan dapat melemahkan penantang-penantangnya. Kitab yang memenuhi keperluan ini ialah I’jaz al-Qur'an, karangan al-Baqillany.
n.  Ilmu Tanasub Ayat al-Qur’an, ilmu yang menerangkan persesuaikan antara suatu ayat dengan ayat sebelum dan sesudahnya. Kitab yang memaparkan ilmu ini ialah Nazhmu ad-Durar, karangan Ibrahim ar-Riqa'iy.
o.  Ilmu Aqsam al-Qur’an, ilmu yang menerangkan arti dan maksud sumpah Allah yang terdapat di dalam al-Qur’an.
p.  Ilmu Amtsal al-Qur’an, ilmu yang menerangkan perumpamaan al-Qur’an, yakni menerangkan ayat-ayat perumpamaan yang dikemukakan al-Qur’an. Ilmu ini dapat dipelajari dalam kitab Amtsal al-Qur'an, karangan al-Mawardi.
q.  Ilmu Jadal al-Qur’an, ilmu yang menerangkan berbagai perdebatan yang telah dihadapkan al-Qur’an kepada segenap kaum musyrikin dan kelompok lainnya.

B.   PERKEMBANGAN ILMU-ILMU AL-QUR’AN
1.    Perkembangan Ulumul Qur’an pada abad I dab abad II H
     Pada masa awal pertumbuhan Islam istilah ulumul Qur’an belum dikenal, istilah tersebut dikenal pada abad III H. Pada masa itu, riwayat penafsiran dan ilmu al-Qur’an yang diterima oleh para sahabat dari Nabi SAW itu kemudian sampai kepada para tabi’in dengan jalan periwayatan. Pada abad pertama ini, para perintis ulumul Qur’an, antara lain:
a.    Dari kalangan sahabat: Khulafa’ ar-Rasyidin, Ibn ‘Abbas, Ibn Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, Abu Musa al-Asy’ari dan Abdullah bin Zubair.
b.    Dari kalangan tabi’in: Mujahid, ‘Atha’ bin Yasar, Ikrimah Qatadah, al_hasan al-Bashri, Sa’id bin Jubair, Zaid bin Aslam.
c.    Dari kalangan atba’ tabi’in: Malik bin Anas.
Merekalah tokoh-tokoh yang meletakkan batu pertama bagi ilmu-ilmu yang kita namakan Ilmu Tafsir, Asbabun Nuzul, Ilmu Makki wal Madani, Ilmu Nasikh wal Mansukh dan Ummul-Ulumil Qur’aniyah. Adapun tokoh-tokoh pada abad II H, diantaranya:
a.    Muqatil bin Sulaiman (W.150 H)
b.    Syu’bah al-Hajjaj (W.160 H)
c.    Sufyan ats-Tsauri (W.161 H)
d.    Waqi’ bin al-Jarrah (W.197 H)
e.    Sufyan bin ’Uyainah al-Kufy (W.198 H)

2.    Perkembangan Ulumul Qur’an pada abad III dan abad IV H
Selanjutnya pada abad III H selain Tafsir dan Ilmu Tafsir, para ulama banyak menyusun berbagai macam Ilmu al-Qur’an. Adapun tokoh-tokoh dalam abad ini antara lain adalah:
a.    Ali Ibnu Madiny (W.234 H) dengan kitabnya Ilmu Asbab an-Nuzul
b.    Abu Ubaid bin Qasim bin Salam (W.224 H) dengan kitabnya Nasikh wa Mansuhkh, Ilmu Qira’at, dan Fadha’il al-Qur’an.
c.    Muhammad bin Ayyub adh-Dhuraits (W.294 H) menyusun kitab Ilmu Makky wa Madany.
d.    Muhammad bin Khalaf al-Marzuban (W.309 H) dengan kitabnya Al-Hawi fi ‘Ulum al-Qur’an.
Pada abad IV H mulai disusun Ilmu Gharibul Qur’an dan beberapa kitab Ulumul Qur’an dengan memakai istilah Ulumul Qur’an. Diantara Ulama yang menyusun Ilmu Garibul Qur’an dan kitab-kitab Ulumul Qur’an pada abad IV ini ialah :
a.    Abu Bakar as-Sijistani (W.330 H ) menyusun Ilmu Gharibul Qur’an.
b.    Abu Bakar Muhammad bin Al-Qasim al-Anbari (W.328 H) menyusun kitab ‘Ajabul Ulumil Qur’an. Dalam kitab ini, ia menjelaskan atas tujuh huruf, tentang penulisan Mushaf, jumlah bilangan surat-surat, ayat-ayat dan kata-kata dalam Al-Qur’an.
c.    Abul Hasan al-Asy’ari (W.324 H) menyusun kitab Al-Mukhtazan fi Ulumil Qur’an.
d.    Muhammad bin Ali al-Adwafi (W.338 H) menyusun kitab Al-Istighna’ fi Ulumil Qur’an. Dan masih banyak yang lainnya.

3.    Perkembangan Ulumul Qur’an pada abad V dan abad VI H
Pada abad V H mulai disusun Ilmu I’rabil Qur’an dalam satu kitab. Adapun ulama yang berjasa dalam pengembangan Ulumul Qur’an pada abad V, antara lain ialah :
a.    Ali bin Ibrahim bin Sa’id al-Hufi (W.430 H) menyusunan Ilmu I’rabil Qur’an, juga kitab al-Burhan fi Ulumil Qur’an.
b.    Abu 'Amr ad-Dani (W.444 H) menyusun kitab at-Tafsir fi Qiro’at Sab’i dan kitab al-Muhkam fi an-Naqth.
Pada abad VI H, terdapat ulama yang mulai menyusun Ilmu Mubhamatil Qur'an. Mereka itu antara lain, ialah :
a.    Abul Qasim bin Abdurrahman as-Suhaili (W.581 H) menyusun kitab tentang Mubhamatul Qur'an, menjelaskan maksud kata-kata dalam al-Qur'an yang tidak jelas apa atau siapa yang dimaksudkan.
b.    Ibnul Jauzi (W.597 H) Kitab Funun al-Afnan fi ‘Aja’ib al-Qur'an dan kitab al-Mujtaba’ fi Ulumin Tata'allaqu Bil Qur'an.


4.    Perkembangan Ulumul Al-Qur'an pada Abad VII dan VIII H
Pada abad VII H, para ulama telah banyak menyusun Ilmu-ilmu Majazul Qur'an dan Ilmu Qira’at. Ulama abad VII yang besar perhatiannya terdapat Ilmu al-Qur'an, diantaranya ialah :
a.    Ibnu Abd as-Salam yang terkenal dengan nama al-‘Izz (W.660 H) pelopor penulisan Ilmu Majazul Qur'an dalam satu kitab.
b.    Alamudin as-Sakhawi (W.643 H ) menyusun Ilmu Qira’at dalam kitab Hidayatul Murtab fi Mutasyabih yang terkenal dengan nama Manzhumah as-Sakhawiyah dan kitab Jamalul Qurra' wa Kamalul Iqra'.
c.    Abu Syamah (W.655 H) dengan kitabnya al-Mursyidul Wajiz fi  Ulum al-Qur’an Yata'allaqu Bil Qur'an al-‘Aziz.
Pada Abad VIII H, muncul beberapa ulama yang menyusun ilmu-ilmu baru tentang al-Qur'an. Diantara mereka ialah :
a.    Najmudin ath-Thufi (W.716 H) menyusun Ilmu Hujajil Qur'an atau Ilmu Jadalil Qur'an, ilmu yang membahas tentang bukti-bukti/dalil-dalil yang dipakai dalam al-Qur'an untuk menetapkan sesuatu.
b.    Ibnu Abil Isba' menyusun Ilmu Badai'ul Qur'an, ilmu yang membahas macam-macam badi' (keindahan bahasa dan kandungan dalam al-Qur'an).
c.    Ibnu Qayyim (W.752 H) menyusun Ilmu Aqsamil Qur'an, suatu ilmu yang membahas tentang sumpah-sumpah yang terdapat dalam al-Qur'an.
d.    Abul Hasan al-Mawardi menyusun Ilmu Amtasil Qur'an, ilmu yang membahas tentang perumpamaan-perumpamaan yang terdapat dalam al-Qur'an.
e.    Badruddin az-Zarkasyi (W.794 H) menyusun kitab al-Burhan fi Ulumil Qur’an, yang diterbitkan oleh Muhammad Abu al-Fadhl Ibrahim (4 jilid). Kitab ini memuat 47 macam persoalan Ulumul Qur’an.

5.    Perkembangan Ilmu-ilmu Al-Qur'an pada abad IX dan X H
Pada abad IX dan permulaan abad X H, perkembangan Ulumul Qur'an mencapai kesempurnaannya. Diantara ulama yang menyusun Ulumul Qur'an pada masa ini ialah:
a.    Jalaludin al-Bulqini (W.824 H) menyusun kitab Mawaqi'ul Ulum Mim Mawaqi'in Nujum, di dalamnya telah disusun sejumlah 50 macam Ilmu al-Qur'an.
b.    Muhammad bin Sulaiman al-Kafiyaji (W.879 H) menyusun kitab at-Taisir fi Qawa’id at-Tafsir.
c.    Jalaluddin Abdurrahman bin kamaluddin as-Suyuti (W.911 H) menyusun kitab at-Tahbir fi Ulum at-Tafsir, penyusunannya selesai pada tahun 872 H dan merupakan kitab tentang Ulumul Qur'an yang paling lengkap karena memuat 102 macam ilmu-ilmu al-Qur'an. As-Suyuti juga menyusun kitab al-Itqan fi Ulumil Qur'an (2 juz), membahas 80 macam Ilmu-ilmu al-Qur'an secara sistematis dan padat isinya.

Setelah as-Suyuti wafat, perkembangan Ilmu-ilmu al-Qur'an seolah-olah telah mencapai puncaknya dengan berhentinya kegiatan ulama dalam mengembangkan Ilmu-ilmu al-Qur'an, dan keadaan semacam itu berjalan sejak wafatnya as-Suyuti (911 H) sampai akhir abad XIII H. Hal ini disebabkan meluasnya sifat taqlid dikalangan umat islam.

6.    Keadaan Ilmu-Ilmu Al-Qur'an pada abad XIV H
Pada abad ini, perhatian ulama bangkit kembali dalam penyusunan Ilmu-ilmu al-Qur’an dengan kitab-kitab yang membahas al-Qur'an dari berbagai segi dan macam Ilmu al-Qur'an. Diantaranya mereka adalah:
a.    Thahir al-Jazairi menyusun kitab at-Tibyan fi Ulumil Qur'an, penyusunannya selesai pada tahun 1335 H.
b.    Jamaludin al-Qasimy (W.1332 H) mengarag kitab Mahasin at-Takwil.
c.    Muhammad Abdul ‘Adzim az-Zarqani menyusun kitab Manahilul ‘Irfan fi Ulumil Qur'an (2 jilid).
d.    Muhammad Ali Salamah mengarang kitab Manhajul Furqan fi Ulumil Qur'an.
e.    Thanthawi Jauhari mengarang kitab al-Jawahir fi Tafsir al-Qur'an dan kitab al-Qur'an wa Ulumul Ashriyyah.
f.     Muhammad Rasyid Ridha menyusun kitab Tafsir al-Qur'an al-Hakim yang terkenal dengan sebutan Tafsir al-Manar.
g.    Musthafa al-Maraghi menyusun risalah tentang “Boleh menerjemahkan al-Qur'an, dan risalah ini mendapat tanggapan dari para ulama yang pada umumnya menyetujui pendapat Musthafa al-Maragi, tetapi ada juga yang menolaknya, seperti Musthafa Shabri seorang ulama besar dari Turki yang mengarang kitab “Risalah Tarjamatil Qur'an”.
h.    Dr.Muhammad Abdullah Darraz, seorang Guru Besar al-Azhar University yang diperbantukan di perancis, mengarang kitab an-Naba' al-Adzim ‘An al-Qur’an, dan Nadzaratun Jadidah fi al-Qur'an.
i.      Dr.Shubi as-Salih, Guru Besar Islamic Studies dan Fiqhul Lughah pada Fakultas Adab Universitas Libanon, mengarang kitab Mabahits fi Ulumil Qur'an. Kitab ini selain membahas Ulumul Qur'an, juga menanggapi / membantah secara ilmiah pendapat-pendapat orientalis yang dipandang salah mengenai berbagai masalah yang berhubungan dengan al-Qur'an.
j.     Muhammad al-Mubarak, Dekan Fakultas Syari'ah Universitas Syria, mengarang kitab al-Manhalul Khalid. Dan masih banyak lagi ulama-ulama lainnya[7].

7.    Lahirnya Istilah Al-Qur'an yang Mudawwan
Lahirnya istilah Ulumul Qur'an dapat dijelaskan bahwa istilah Ulumul Qur'an itu sudah ada sejak abad III H, dengan adanya kitab al-Hawi fi Ulumil Qur'an karya Ibnu Marzuban (W.309 H ), yang diteruskan pada abad V H dengan adanya kitab al-Burhan fi Ulumil Qur'an karya Ali al-Hufi (W.430 H), kemudian dikembangkan pada abad VI H dengan adanya kitab Funun al-Afnan fi Ulumil Qur'an tulisan Ibnu Jauzi (W.597 H) dan dilengkapi pada abad VIII H oleh Syekh Badruddin az-Zarkasih (W.794 H) dengan karyanya al-Burhan fi Ulumil Qur'an. Selanjutnya, Ulumul Qur'an itu disempurnakan Imam as-Suyuti (W.911 H) dalam kitabnya al-Itqan fi Ulumil Qur'an pada akhir abad IX dan awal abad X H. Lahirnya istilah Ulumul Qur'an yang Mudawwan, maksudnya ialah Ulumul Qur'an yang sudah sistematis, ilmiah, dan integrative. Maka hal itu sebetulnya baru ada pada abad VI H sesuai dengan pendapat Jumhur Ulama, sebagaimana penjelasan seperti diatas.



BAB III
PENUTUP
A.   KESIMPULAN
Dari uraian materi yang telah kita bahas di atas dapat ditarik kesimpulan, antara lain sebagai berikut :
Ø  Al-Quran sebagai pedoman hidup umat Islam adalah risalah sepanjang masa yang tak akan lapuk untuk terus dikaji dan dibahas segala seluk-beluknya. Karenanya, para ulama sejak dahulu telah menyusun pembahasan khusus untuk mempelajari tentang al-Quran yang biasa disebut dengan Ulumul Qur'an. Yang dimaksud dengan ulumul Qur’an adalah pembahasan yang berhubungan dengan al-Qur’an, dari segi nuzulnya, tertibnya, mengumpulkannya, menulisnya, membacanya, mentafsirkannya, i’jaznya, nasikh mansukhnya, menolak subhat-subhat yang dihadapkan kepadanya dan lain sebagainya.
Ø  Secara internal mempelajari Ulumul Qur’an adalah untuk memahami kalam Allah menurut tuntunan yang dipetik dari Rasulullah SAW berupa keterangan dan penjelasan, serta hal-hal yang dinukilkan dari sahabat-sahabat dan tabi’in sekitar penafsiran mereka terhadap ayat-ayat al-Qur’an, mengenai cara-cara mufasirin berikut kepiawaian mereka dalam bidang tafsir serta persyaratan-persyaratan mufasir dan lain-lain yang bertalian dengan ilmu-ilmu ini. Sedangngkan secara eksternal adalah membentengi kaum muslimin dari kemungkinan usaha-usaha pengaburan al-Qur’an yagn dilakukan oleh orang-orang yang tidak mengimani atau bahkan memusuhi al-Qur’an. Dengan Ulumul Qur’an, kaum muslimin bisa memahami kitab sucinya, dan dengan Ulumul Qur’an pula kita mampu mempertahankan keaslian dan keabadian kitab suci al-Qur’an.
Ø  Kajian tentang al-Qur’an memerlukan banyak ragam ilmu, yang disebut sebagai Ulumul Qur’an (Ilmu-ilmu al-Qur’an). Menghormati adanya ilmu-ilmu tersebut dan para ahlinya sangatlah penting agar kita tidak terjatuh kedalam kesalahan dan bahkan penyimpangan ketika berusaha memahami ayat-ayat al-Qur’an. Ini sangat penting teutama di zaman sekarang ini dimana pemahaman kebanyakan masyarakat muslim, bahkan yang biasa disebut sebagai kalangan terpelajar, terhadap agamanya sangatlah lemah. Bahkan dalam hal-hal yang sangat mendasar telah terjadi penjungkirbalikan pemahaman dari yang semestinya.
Ø  Dalam  mengkaji makna ayat-ayat al-Qur’an, kita harus merujuk pada kitab-kitab tafsir yang telah diakui, sehingga kita akan mendapakan pemahaman yang benar dan tidak terjatuh kedalam kesalahan dan penyimpangan pemahaman. Sebaliknya, kita juga tidak boleh jatuh kedalam rasa ketakutan yang berlebihan untuk dekat dengan al-Qur’an, dan senantiasa berusaha untuk memahaminya, sehingga tidak berusaha untuk mempelajari kandungannya yang amat luas kecuali sekedar membacanya saja.
Ø  Dalam Ulumul Qur’an paling sedikit ada 17 cabang disiplin ilmu yang sangat penting untuk diketahui.

Demikianlah pembahasan makalah ini, yang karena keterbatasan kami dalam memahami dan mendalami materinya_meskipun sudah semaksimal mungkin segala kemampuan pemakalah kerahkan dalam proses penyusunan makalah ini_kami hanya bisa menyajikan sekelumit dari banyaknya pembahasan tentang “Metodologi Kajian Ulumul  Qur’an”.
Akhir kata kami sebagai penyusun makalah ini meminta ma’af bila ada kesalahan dan kekeliruan disana-sini, dan sudi kiranya memberikan sumbang saran atau kritikkan yang sifatnya membangun dan memotifasi demi kesempurnaan makalah ini.
Wallahu al-Muwaffiq ila Aqwam ath-Thariq
Wassalamu’alaikum Wr.Wb..





DAFTAR PUSTAKA
Rosihon Anwar, Ulumul Qur’an, Bandung:CV.Pustaka Setia, 2000, cet I
Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Qur’an, Surabaya:PT.Bina Ilmu, 1993, cet IV
Mamat S. Burhanuddin, Hermeneutika Al-Qur’an ala Pesantren, Yogyakarta: UII Press,2006, cet I


[1] Disampaikan oleh sejumlah periwayat yang menurut adat kebiasaan mustahil berkumpul dan bersepakat untuk berdusta.
[2] Rosihon Anwar, Ulumul Qur’an, (Bandung:CV.Pustaka Setia, 2000), cet-I, h.11-13
[3] Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Qur’an, (Surabaya:PT.Bina Ilmu, 1993), cet-IV, h.24
[4] Rosihon Anwar, Ulumul Qur’an, (Bandung:CV.Pustaka Setia, 2000), cet-I, h.14
[5] Hasbi ash-Shiddieqi dilahirkan pada bulan Jumadil Akhir 1312 H / 10 Maret 1904 M di Lhok Seumawe, sebelah timur Banda Aceh. Lihat Mamat S. Burhanuddin, Hermeneutika Al-Qur’an ala Pesantren, (Yogyakarta: UII Press,2006), cet I,h.120
[6] Rosihon Anwar, Ulumul Qur’an, (Bandung:CV.Pustaka Setia, 2000), cet-I, h.15
[7] Rosihon Anwar, Ulumul Qur’an, (Bandung:CV.Pustaka Setia, 2000), cet-I, h.21-28

Tidak ada komentar:

Posting Komentar